Minggu, 22 Juni 2025

Donald Trump adalah Marka Runtuhnya USA.

 

Donald Trump dikenal sebagai figur populis yang mengusung narasi antiperang dan pro-Amerika. Slogannya, "Make America Great Again," menggema di seluruh dunia. Namun, di lapangan, realitas kebijakan luar negerinya justru menunjukkan kontradiksi. Dalam banyak kesempatan, ia mengakhiri pidatonya dengan kalimat, "God bless Israel, and God bless America." Secara psikologis, frasa ini mungkin menyiratkan bahwa, bahkan dalam alam bawah sadarnya, Trump memprioritaskan Israel daripada negaranya sendiri, Amerika Serikat.

Lantas, apa maksud di balik fenomena ini? Ini adalah bukti kuat bahwa bahkan sosok seblak-blakan Donald Trump sekalipun akan berubah di dalam lingkungan kepresidenan. Ia tidak lagi sepenuhnya mengatur, melainkan diatur oleh lingkungan yang kuat.

Hadirin sekalian, izinkan saya memperkenalkan: BLOB.

"The Blob" bukanlah organisasi resmi atau kelompok rahasia, melainkan sebuah konsensus luas dan jaringan individu yang saling terkait yang memiliki pandangan serupa tentang bagaimana Amerika Serikat harus menjalankan kebijakan luar negerinya. Istilah ini dipopulerkan oleh Ben Rhodes, mantan wakil penasihat keamanan nasional pada masa pemerintahan Obama.

Ciri-ciri utama "The Blob" meliputi:

·        Bipartisan: Fenomena ini tidak terikat pada satu partai. Anggotanya berasal dari Partai Demokrat maupun Republik.

·        Konsensus Interventionist: Mereka cenderung mendukung peran AS yang kuat dan intervensionis di kancah global, penggunaan kekuatan militer sebagai alat kebijakan, aliansi yang kuat, dan komitmen terhadap tatanan internasional liberal.

·        Jaringan Berputar: Ada aliran individu yang terus-menerus bergerak antara posisi pemerintahan (Departemen Luar Negeri, Pentagon, CIA, Gedung Putih), lembaga kajian ( think tank), universitas, perusahaan konsultan, dan industri pertahanan. Hal ini menciptakan kesamaan pandangan dan kepentingan yang mengakar.

Dapat dikatakan bahwa "The Blob" bukan merujuk pada figur seseorang, melainkan adalah subideologi dalam struktur pemerintahan AS, atau, lebih tepatnya, konsensus ideologis yang sangat dominan dalam struktur pemerintahan Amerika.


Analogi Sejarah: Kekuatan di Balik Takhta

Jika kita menilik sejarah, "The Blob" memiliki kemiripan dengan kekuatan-kekuatan yang beroperasi di balik layar istana pada zaman dahulu. Ia bisa diibaratkan seperti:

·        Lingkaran Bangsawan yang Mengatur Raja (atau Presiden Modern): Mirip dengan bagaimana para bangsawan kuat di masa lalu, meskipun secara teori tunduk pada raja, seringkali memiliki kekuasaan dan pengaruh yang cukup besar untuk membentuk atau bahkan mengarahkan kebijakan raja. Mereka memiliki basis kekuasaan (tanah, pasukan, sumber daya), jaringan keluarga, dan kepentingan yang mengakar kuat. "The Blob" memiliki basisnya di lembaga-lembaga pemerintahan, think tank, dan industri, dengan jaringan individu yang saling terkait. Presiden, seperti raja, mungkin memiliki otoritas tertinggi, tetapi navigasinya sangat dipengaruhi oleh "lingkaran bangsawan" ini.

·        Kasim (Eunuch) di Kekaisaran Tiongkok atau Janissary di Ottoman: Analogi ini juga kuat karena menunjukkan kelompok yang secara formal adalah pelayan atau bagian dari struktur kekuasaan kekaisaran, namun pada kenyataannya, mereka mengumpulkan kekuasaan dan pengaruh yang luar biasa, seringkali menjadi kekuatan di balik takhta.

o   Kasim: Mereka adalah pelayan yang berada sangat dekat dengan Kaisar, mengendalikan informasi, dan membentuk birokrasi internal. Mereka punya kepentingan untuk menjaga sistem yang memberi mereka kekuasaan. "The Blob" juga seringkali mengontrol aliran informasi dan pilihan kebijakan yang disajikan kepada presiden.

o   Janissary: Pasukan elite yang awalnya dibentuk untuk melayani Sultan, tetapi seiring waktu mereka menjadi sangat kuat sehingga bisa mendikte atau bahkan menggulingkan Sultan.1 Ini menunjukkan bagaimana alat kekuasaan bisa menjadi kekuatan yang punya agenda sendiri. "The Blob" adalah "alat" kebijakan luar negeri, tetapi juga memiliki kepentingan institusionalnya sendiri yang mendorong kelangsungan keberadaannya dan ekspansi pengaruh.

·        Dewan (Council) di Republik Romawi atau bahkan Kekaisaran Romawi: Dewan-dewan seperti Senat Romawi, meskipun pada awalnya mungkin dibentuk untuk menasihati atau mewakili rakyat, seringkali menjadi entitas yang kuat dan mandiri, dengan kepentingan aristokratis dan institusionalnya sendiri. Mereka punya pengalaman, jaringan, dan tradisi yang membuat mereka sulit untuk diabaikan atau dibubarkan oleh individu yang berkuasa. "The Blob" memiliki memori institusional, keahlian yang mendalam, dan legitimasi yang membuatnya menjadi pusat gravitasi kebijakan.

Semua analogi ini menyoroti poin kunci yang sama: "The Blob" merepresentasikan sebuah kekuatan yang, meskipun mungkin tidak selalu memegang takhta secara langsung (yaitu, kepresidenan), memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kebijakan dan membatasi pilihan pemegang takhta.


Kekuatan di Balik Takhta sebagai Tanda Keruntuhan

Kekuatan di balik takhta seringkali menjadi tanda kuat bahwa sebuah kekaisaran akan musnah. Kita bisa melihat fenomena ini dalam sejarah Kekaisaran Han, Ottoman, Abbasiyah, dan yang paling terkenal, Romawi:

·        Kekaisaran Romawi: Pengaruh militer dan kemudian panglima-panglima barbar seringkali menjadi penentu siapa yang akan menjadi kaisar boneka. Senat, meskipun simbolis, juga punya faksi internal. Ketidakstabilan politik ini berulang kali melemahkan Roma dari dalam.

·        Dinasti Han: Kekuasaan nyata seringkali berada di tangan kasim atau keluarga permaisuri yang berebut pengaruh di istana. Ini menyebabkan korupsi sistemik, intrik politik yang menghancurkan, dan akhirnya memecah belah kekaisaran menjadi faksi-faksi yang saling berperang, membuka jalan bagi periode Tiga Kerajaan.

·        Kekaisaran Ottoman: Meskipun memiliki sistem birokrasi yang kuat, periode-periode kemunduran Ottoman sering ditandai dengan pengaruh besar kasim harem, ibunda sultan, dan terutama Janissary. Janissary yang awalnya pelayan setia menjadi kekuatan militer yang sangat kuat sehingga bisa menggulingkan sultan dan menghalangi reformasi. Hal ini menguras sumber daya dan membuat kekaisaran stagnan.

·        Kekhalifahan Abbasiyah: Setelah masa kejayaannya, kekuatan efektif Khalifah Abbasiyah seringkali direbut oleh wazir, panglima militer (amir), atau bahkan dinasti lokal yang memerintah atas nama Khalifah. Khalifah seringkali menjadi simbol agama tanpa kekuasaan politik atau militer nyata, membuat kekhalifahan rentan dan terfragmentasi.

Sejarah menunjukkan bahwa ketika kekuasaan sejati tergeser dari pemimpin formal ke lingkaran pengaruh yang tidak akuntabel secara langsung, stabilitas dan keberlanjutan sebuah kekaisaran bisa terancam.

Double standard ke Israel. Hipokrit, Forever war, Kekalahan terus menerus..

Kita sekarang melihat sedang melihat Sejarah fenomenal

tapi ingat. Runtuhnya Negara Adidaya seperti USA akan mengguncang dunia . Runtuhnya dominasi (hegemoni) Amerika Serikat akan mengguncang dunia.

Meskipun ini akan membawa ketidakpastian besar—terutama dalam stabilitas ekonomi global di beberapa sektor yang sangat terintegrasi dengan sistem AS—ini juga menandai marka awal transisi menuju dunia multipolar. Tatanan dunia yang selama ini didominasi oleh satu kekuatan adidaya kemungkinan akan memberi jalan bagi beberapa pusat kekuasaan (misalnya, Tiongkok, Rusia, Uni Eropa, India, dll.) yang memiliki pengaruh lebih seimbang.

Perubahan ini, meskipun penuh tantangan, juga memiliki sisi positif dari perspektif banyak pihak: "Bully terbesar dalam sejarah akan musnah." pemaksaan kehendak, intervensi militer, dan standar ganda dalam hukum internasional—akan berakhir. Tatanan multipolar diharapkan dapat mendorong lebih banyak dialog, negosiasi, dan mungkin, pembentukan norma-norma internasional yang lebih inklusif dan adil.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar